GEOLOGI
SUMATERA
Gambaran Umum
Pulau Sumatera
Pulau Sumatra, berdasarkan luas
merupakan pulau terbesar keenam di dunia. Pulau ini membujur dari barat laut
ke arah tenggara dan melintasi khatulistiwa, seolah membagi pulau Sumatra atas
dua bagian, Sumatra belahan bumi utara dan Sumatra belahan bumi selatan. Pegunungan Bukit Barisan dengan beberapa puncaknya yang
melebihi 3.000 m di atas permukaan laut, merupakan barisan gunung berapi aktif,
berjalan sepanjang sisi barat pulau dari ujung utara ke arah selatan; sehingga
membuat dataran di sisi barat pulau relatif sempit dengan pantai yang terjal
dan dalam ke arah Samudra Hindia dan dataran di sisi timur pulau yang
luas dan landai dengan pantai yang landai dan dangkal ke arah Selat Malaka, Selat Bangka dan Laut China Selatan
A.
Kondisi
Geologi Sumbar
Struktur yang berkembang di Provinsi
Sumatera Barat adalah struktur perlipatan (antiklinorium) dan struktur sesar
dengan arah umum baratlaut – tenggara, yang mengikuti struktur regional P.
Sumatera. Kondisi stratigrafi dari struktur geologi sumatera barat adalah
sebagai berikut.
- Kelompok Pra Tersier : kelompok ini mencakup masa Paleozoikum – Mesozoikum, dipisahkan menjadi kelompok batuan ultrabasa; kelompok batuan melange, kelompok batuan malihan; kelompok batuan gunungapi dan kelompok batuan terobosan.
- Kelompok batuan ultrabasa Pra Tersier disusun oleh batuan harzburgit, dunit, serpentinit, gabro dan basalt.
- Kelompok Melange Pra Tersier merupakan kelompok batuan campur aduk yang disusun oleh batuhijau, graywake, tufa dan batugamping termetakan, rijang aneka warna. Kelompok batuan malihan Pra Tersier disusun oleh batuan sekis, filit, kwarsit, batusabak, batugamping termetakan.
- Kelompok batuan sedimen Pra Tersier yang didominasi oleh batugamping hablur sedangkan kelompok batuan terobosan Pra Tersier disusun oleh granit, diorit, granodiorit, porfiri kuarsa, diabas dan basalt.
- Kelompok transisi Pra Tersier – Tersier Bawah yang merupakan kelompok batuan terobosan yang terdiri dari batuan granodiorit dan granit.
- Kelompok Tersier dipisahkan menjadi kelompok batuan ultrabasa; kelompok batuan melange; kelompok batuan sedimen; kelompok batuan gunungapi dan kelompok batuan terobosan. Kelompok batuan ultrabasa Tersier disusun oleh batuan serpentinit, piroksenit dan dunit.
- Kelompok batuan melang Tersier yang merupakan batuan campur aduk disusun oleh graywake, serpih, konglomerat, batupasir kwarsa, arkose, serpentinit, gabro, lava basalt dan batusabak.
- Kelompok batuan sedimen Tersier disusun oleh konglomerat, aglomerat, batulanau, batupasir, batugamping, breksi dan napal.
- Kelompok batuan gunungapi Tersier disusun oleh batuan gunungapi bersifat andesitik-basaltik, lava basalt sedangkan kelompok batuan terobosan Tersier terdiri dari granit, granodiorit, diorit, andesit porfiritik dan diabas.
- Kelompok transisi Tersier – Kwarter (Plio-Plistosen) dapat dipisahkan menjadi kelompok batuan sedimen; kelompok batuan gunungapi dan kelompok batuan terobosan.
- Kelompok batuan sedimen Plio-Plistosen disusun oleh konglomerat polimik, batupasir, batulanau dan perselingan antara napal dan batupasir.
- Kelompok batuan gunungapi Plio-Plistosen disusun oleh batuan gunungapi andesitik-basaltik, tufa, breksi dan endapan lahar sedangkan kelompok batuan terobosan Plio-Plistosen terdiri dari riolit afanitik, retas basalt dan andesit porfir.
- Kelompok Kwarter dipisahkan menjadi kelompok batuan sedimen; batuan gunungapi dan aluvium.
B.
Kondisi
Geologi Sumteng (Cekungan Sumatera Tengah)
Tektonik Regional, Cekungan Sumatra tengah merupakan
cekungan sedimentasi tersier penghasil hidrokarbon terbesar di Indonesia.
Ditinjau dari posisi tektoniknya, Cekungan Sumatra tengah merupakan cekungan
belakang busur.
Cekungan Sumatra tengah ini relatif memanjang
Barat laut-Tenggara, dimana pembentukannya dipengaruhi oleh adanya subduksi
lempeng Hindia-Australia dibawah lempeng Asia (gambar 1). Batas cekungan
sebelah Barat daya adalah Pegunungan Barisan yang tersusun oleh batuan
pre-Tersier, sedangkan ke arah Timur laut dibatasi oleh paparan Sunda. Batas
tenggara cekungan ini yaitu Pegunungan Tigapuluh yang sekaligus memisahkan
Cekungan Sumatra tengah dengan Cekungan Sumatra selatan. Adapun batas cekungan
sebelah barat laut yaitu Busur Asahan, yang memisahkan Cekungan Sumatra tengah
dari Cekungan Sumatra utara (gambar 2).
Faktor pengontrol utama struktur geologi
regional di cekungan Sumatra tengah adalah adanya Sesar Sumatra yang terbentuk
pada zaman kapur. Subduksi lempeng yang miring dari arah Barat daya pulau
Sumatra mengakibatkan terjadinya strong dextral wrenching stress di
Cekungan Sumatra tengah (Wibowo, 1995). Hal ini dicerminkan oleh bidang sesar
yang curam yang berubah sepanjang jurus perlapisan batuan, struktur sesar naik
dan adanya flower structure yang terbentuk pada saat inversi tektonik dan
pembalikan-pembalikan struktur (gambar 3). Selain itu, terbentuknya sumbu
perlipatan yang searah jurus sesar dengan penebalan sedimen terjadi pada bagian
yang naik (inverted) (Shaw et al., 1999).
Struktur geologi daerah cekungan Sumatra
tengah memiliki pola yang hampir sama dengan cekungan Sumatra Selatan, dimana
pola struktur utama yang berkembang berupa struktur Barat laut-Tenggara dan
Utara-Selatan (Eubank et al., 1981 dalam Wibowo, 1995). Walaupun demikian,
struktur berarah Utara-Selatan jauh lebih dominan dibandingkan struktur Barat
laut–Tenggara.
Elemen tektonik yang membentuk konfigurasi
Cekungan Sumatra tengah dipengaruhi adanya morfologi High – Low pre-Tersier.
Pada gambar 4 dapat dilihat pengaruh struktur dan morfologi High – Low
terhadap konfigurasi basin di Cekungan Sumatra tengah (kawasan Bengkalis
Graben), termasuk penyebaran depocenter dari graben dan half
graben. Lineasi Basement Barat laut-Tenggara sangat terlihat pada
daerah ini dan dapat ditelusuri di sepanjang cekungan Sumatra tengah. Liniasi
ini telah dibentuk dan tereaktivasi oleh pergerakan tektonik paling muda
(tektonisme Plio-Pleistosen). Akan tetapi liniasi basement ini masih
dapat diamati sebagai suatu komponen yang mempengaruhi pembentukan formasi dari
cekungan Paleogen di daerah Cekungan Sumatra tengah.
Sejarah tektonik cekungan Sumatra
tengah secara umum dapat disimpulkan menjadi beberapa tahap, yaitu :
- Konsolidasi Basement pada zaman Yura, terdiri dari sutur yang berarah Barat laut-Tenggara.
- Basement terkena aktivitas magmatisme dan erosi selama zaman Yura akhir dan zaman Kapur.
- Tektonik ekstensional selama Tersier awal dan Tersier tengah (Paleogen) menghasilkan sistem graben berarah Utara-Selatan dan Barat laut-Tenggara. Kaitan aktivitas tektonik ini terhadap paleogeomorfologi di Cekungan Sumatra tengah adalah terjadinya perubahan lingkungan pengendapan dari longkungan darat, rawa hingga lingkungan lakustrin, dan ditutup oleh kondisi lingkungan fluvial-delta pada akhir fase rifting.
- Selama deposisi berlangsung di Oligosen akhir sampai awal Miosen awal yang mengendapkan batuan reservoar utama dari kelompok Sihapas, tektonik Sumatra relatif tenang. Sedimen klastik diendapkan, terutama bersumber dari daratan Sunda dan dari arah Timur laut meliputi Semenanjung Malaya. Proses akumulasi sedimen dari arah timur laut Pulau Sumatra menuju cekungan, diakomodir oleh adanya struktur-struktur berarah Utara-Selatan. Kondisi sedimentasi pada pertengahan Tersier ini lebih dipengaruhi oleh fluktuasi muka air laut global (eustasi) yang menghasilkan episode sedimentasi transgresif dari kelompok Sihapas dan Formasi Telisa, ditutup oleh episode sedimentasi regresif yang menghasilkan Formasi Petani.
- Akhir Miosen akhir volkanisme meningkat dan tektonisme kembali intensif dengan rejim kompresi mengangkat pegunungan Barisan di arah Barat daya cekungan. Pegunungan Barisan ini menjadi sumber sedimen pengisi cekungan selanjutnya (later basin fill). Arah sedimentasi pada Miosen akhir di Cekungan Sumatra tengah berjalan dari arah selatan menuju utara dengan kontrol struktur-struktur berarah utara selatan.
- Tektonisme Plio-Pleistosen yang bersifat kompresif mengakibatkan terjadinya inversi-inversi struktur Basement membentuk sesar-sesar naik dan lipatan yang berarah Barat laut-Tenggara. Tektonisme Plio-Pleistosen ini juga menghasilkan ketidakselarasan regional antara formasi Minas dan endapan alluvial kuarter terhadap formasi-formasi di bawahnya.
Stratigrafi
Regional , Proses
sedimentasi di Cekungan Sumatra tengah dimulai pada awal tersier (Paleogen),
mengikuti proses pembentukan cekungan half graben yang sudah berlangsung
sejak zaman Kapur hingga awal tersier.
1.
Batuan Dasar (Basement)
Batuan dasar (basement) berumur Pra Tersier berfungsi sebagai landasan Cekungan Sumatra Tengah. Eubank dan Makki (1981) serta Heidrick dan Aulia (1993) menyebutkan bahwa batuan dasar Cekungan Sumatra Tengah terdiri dari batuan berumur Mesozoikum dan batuan metamorf karbonat berumur Paleozoikum-Mesozoikum. Batuan tersebut dari timur ke barat terbagi dalam 3 (tiga) satuan litologi, yaitu Mallaca Terrane, Mutus Assemblage, dan Greywacke Terrane. Ketiganya hampir paralel berarah NNW-NW.
1.
Mallaca Terrane
Ciri: litologinya terdiri dari kuarsit, argilit,
batugamping kristalin serta intrusi pluton granodioritik dan granitik yang
berumur Jura. Mallaca Terrane disebut juga Quartzite Terrane, Kelompok ini
dijumpai pada Coastal Plain, yaitu pada bagian timur dan timur laut Cekungan
Sumatra Tengah.
2.
Mutus Assemblage
Mutus Assemblage atau Kelompok Mutus merupakan zona
sutura yang memisahkan antara Mallaca Terrane dan Greywacke Terrane. Kelompok
Mutus ini terletak di sebelah barat daya coastal plain. Litologinya terdiri
dari baturijang radiolaria, meta-argilit, serpih merah, lapisan tipis
batugamping dan batuan beku basalt serta sedimen laut dalam lainnya.
3.
Greywacke Terrane
Greywacke Terrane disebut juga Deep Water Mutus
Assemblage. Kelompok ini tersusun oleh litologi greywacke, pebbly mudstone dan
kuarsit. Kelompok ini terletak di bagian barat dan barat daya Kelompok Mutus
yang dapat dikorelasikan dengan pebbly mudstone Formasi Bahorok (Kelompok
Tapanuli) yang berumur Perm - Karbon.
Secara tidak selaras diatas batuan dasar diendapkan suksesi batuan-batuan sedimen Tersier. Stratigrafi Tersier di Cekungan Sumatra Tengah dari yang tua ke yang paling muda adalah Kelompok Pematang, Kelompok Sihapas (Formasi Menggala, Bangko, Bekasap, dan Duri), Formasi Telisa, Formasi Petani dan diakhiri oleh Formasi Minas.
Secara tidak selaras diatas batuan dasar diendapkan suksesi batuan-batuan sedimen Tersier. Stratigrafi Tersier di Cekungan Sumatra Tengah dari yang tua ke yang paling muda adalah Kelompok Pematang, Kelompok Sihapas (Formasi Menggala, Bangko, Bekasap, dan Duri), Formasi Telisa, Formasi Petani dan diakhiri oleh Formasi Minas.
2.
Kelompok Pematang (Pematang Group)
Kelompok Pematang merupakan lapisan sedimen tertua
berumur Eosen-Oligosen yang diendapkan secara tidak selaras di atas batuan
dasar. Sedimen Kelompok Pematang disebut sebagai Syn Rift Deposits. Kelompok
ini diendapkan pada lingkungan fluvial dan danau dengan sedimen yang berasal
dari tinggian sekelilingnya. Pada lingkungan fluvial litologinya terdiri dari
konglomerat, batupasir kasar, dan batulempung aneka warna. Sedangkan pada
lingkungan danau litologinya terdiri dari batulempung dan batupasir halus
berselingan dengan serpih danau yang kaya material ornagik. Serpih organik dari
Kelompok Pematang merupakan batuan induk (source rock) bagi hidrokarbon yang
ada di Cekungan Sumatra Tengah Kelompok ini tersusun oleh Formasi Lower Red
Bed, Formasi Brown Shale, dan Formasi Upper Red Bed.
1.
Formasi Lower Red
Bed
Formasi Lower Red Bed tersusun atas litologi
batulumpur (mudstone), batulanau, batupasir, dan sedikit konglomerat. Formasi
ini diendapkan pada lingkungan darat dengan sistem pengendapan kipas alluvial
dan berubah secara lateral menjadi lingkungan fluviatil dan lakustrin.
2.
Formasi Brown Shale
Formasi Brown Shale menumpang di atas Lower Red Bed
namun di beberapa tempat menunjukkan adanya kesamaan lingkungan pengendapan secara
lateral. Litologi penyusunnya terdiri dari serpih berlaminasi baik, kaya akan
material organik, berwarna cokelat sampai hitam mengindikasikan lingkungan
pengendapan dengan kondisi air tenang seperti lakustrin. Pada bagian cekungan
yang lebih dalam dijumpai perselingan batupasir yang diperkirakan diendapkan
oleh mekanisme arus turbidit.
3.
Formasi Upper Red
Bed
Formasi Upper Red Bed di beberapa tempat dijumpai
ekivalen secara lateral dengan Formasi Brown Shale dan di tempat lain
menunjukkan menumpang di atasnya. Litologinya terdiri atas serpih, batubara,
dan sedikit batupasir yang diendapkan pada lingkungan lakustrin.
3.
Kelompok Sihapas (Sihapas Group)
Kelompok Sihapas diendapkan di atas Kelompok Pematang, merupakan suatu seri sedimen pada saat aktifitas tektonik mulai berkurang, terjadi selama Oligosen Akhir sampai Miosen Tengah. Kompresi yang terjadi bersifat setempat yang ditandai dengan pembentukan sesar dan lipatan pada tahap inversi yang terjadi bersamaan dengan penurunan muka air laut global. Proses geologi yang terjadi pada saat itu adalah pembentukan morfologi hampir rata (peneplain) yang terjadi pada Kelompok Pematang dan basement yang tersingkap. Periode ini diikuti oleh terjadinya subsiden kembali dan transgresi ke dalam cekungan tersebut.Kelompok Sihapas ini terdiri dari Formasi Menggala, Formasi Bangko, Formasi Bekasap, Formasi Duri dan Formasi Telisa.
1.
Formasi Menggala
Formasi Menggala merupakan bagian terbawah dari
Kelompok Sihapas yang berhubungan secara tidak selaras dengan Kelompok Pematang
yang dicirikan oleh kontak berupa hiatus. Litologinya tersusun atas batupasir
konglomeratan berselang-seling dengan batupasir halus sampai sedang. Diendapkan
pada saat Miosen Awal pada lingkungan Fluvial Channel dengan ketebalan pada
tengah cekungan sekitar 900 kaki, sedangkan pada daerah yang tinggi
ketebalannya tidak lebih dari 300 kaki. Sedimen klastik diendapkan pada Fluvial
Braided Stream dan secara lateral berubah menjadi Marine Deltaic ke arah utara.
Formasi Menggala onlap terhadap basement dan struktur yang dihasilkan oleh inversi Oligosen dan jarang dijumpai pengendapan di atas tinggian. Formasi ini berubah secara lateral dan vertikal ke arah barat menjadi Marine Shale yang termasuk Formasi Bangko dan menjadi lingkungan transisi dan laut terbuka ke arah timur yang merupakan Formasi Bekasap. Batupasir formasi ini merupakan reservoir yang penting pada Cekungan Sumatra Tengah.
Formasi Menggala onlap terhadap basement dan struktur yang dihasilkan oleh inversi Oligosen dan jarang dijumpai pengendapan di atas tinggian. Formasi ini berubah secara lateral dan vertikal ke arah barat menjadi Marine Shale yang termasuk Formasi Bangko dan menjadi lingkungan transisi dan laut terbuka ke arah timur yang merupakan Formasi Bekasap. Batupasir formasi ini merupakan reservoir yang penting pada Cekungan Sumatra Tengah.
2.
Formasi Bangko
Formasi Bangko diendapkan secara selaras di atas
Formasi Menggala. Litologinya tersusun atas batulempung yang diendapkan pada
lingkungan laut terbuka (Open Marine Shelf) mulai dari lingkungan paparan
(shelf) sampai delta plain dan batulempung karbonatan yang berselingan dengan
batupasir lanau dan berubah secara lateral menjadi batugamping pada daerah yang
sedikit menerima suplai material klastik. Pengaruh lingkungan laut menyebabkan
pengendapan foraminifera yang berfungsi sebagai penunjuk umur formasi ini yaitu
Miosen Awal. Ketebalan formasi ini mencapai 300 kaki. Formasi ini merupakan
batuan tudung (seal) bagi batupasir yang ada di bawahnya.
3.
Formasi Bekasap
Formasi Bekasap disusun oleh litologi batupasir
glaukonit halus sampai kasar, struktur sedimen masif, berselang-seling dengan
serpih tipis, dan diendapkan secara selaras di atas Formasi Bangko. Kadang kala
dijumpai lapisan tipis batubara dan batugamping. Formasi ini diendapkan pada
Miosen Awal di lingkungan delta plain dan delta front atau laut dangkal.
Ketebalan formasi ini mencapai 1300 kaki. Batupasir Formasi Bekasap adalah
sedimen yang secara diacronous menutup Cekungan Sumatra Tengah yang pada akhirnya
menutup semua tinggian yang terbentuk sebelumnya. Kandungan fosil foraminifera
menunjukkan umur Miosen Awal.
4.
Formasi Duri
Formasi Duri diendapkan secara selaras di atas
Formasi Bekasap dan merupakan bagian teratas dari Kelompok Sihapas. Di beberapa
tempat Formasi Duri mempunyai umur yang sama dengan Formasi Bekasap.
Litologinya tersusun atas suatu seri batupasir yang terbentuk pada lingkungan
inner neritic-deltaic di bagian utara dan tengah cekungan. Seri tersebut
dicirikan oleh batupasir berbutir halus sampai sedang yang secara lateral
menjadi batupasir laut dalam dari Formasi Telisa. Formasi ini berumur Miosen
Tengah dengan ketebalan mencapai 900 kaki.
5.
Formasi Telisa (Tmt)
Kelompok
batuan :Batuan sedimen
CIri-ciri :batu lumpur gampingan
Hubungan : Formasi telisa selaras dengan
formasi sihapas yang ada disampingnya
Umur
: Miosen tengah
Sebaran :Tebing tinggi,pematang
siantar,Padang sidempuan-sibolga, dumai dan bagansiapapi, Bengkalis,
lubuksikaping, Pakanbaru
6.
Kelompok Petani (Tup)
Kelompok batuan :Batuan sedimen
CIri-ciri :batu lanau,batu lumpur mengandung karbon
Hubungan : Formasi petani selaras dengan formasi keutapang
Umur : Miosen akhir
Sebaran:Tebing tinggi,pematang siantar,Padang sidempuan –sibolga,
dumai dan bagansiapapi, Bengkalis,Pakanbaru
7.
Formasi Minas (Qpmi)
Kelompok batuan :Batuan sedimen dan metasedimen
CIri-ciri :krikil,pasir,dan lempung
Hubungan: Formasi Minas menjemari
formasi totolan dan tidak selaras dengan formasi samosir
Umur :Plistosen
Sebaran:Pematang siantar, Padang sidempuan-sibolga,dumai dan
bagansiapapi, Bengkalis,lubuksikaping
C.
Kondisi
Geologi Sumsel ( Cekungan Sumatera Selatan)
Geologi Cekungan Sumatera Selatan adalah suatu
hasil kegiatan tektonik yang berkaitan erat dengan penunjaman Lempeng
Indi-Australia, yang bergerak ke arah utara hingga timurlaut terhadap Lempeng
Eurasia yang relatif diam. Zone penunjaman lempeng meliputi daerah sebelah
barat Pulau Sumatera dan selatan Pulau Jawa. Beberapa lempeng kecil
(micro-plate) yang berada di antara zone interaksi tersebut turut bergerak dan
menghasilkan zone konvergensi dalam berbagai bentuk dan arah. Penunjaman
lempeng Indi-Australia tersebut dapat mempengaruhi keadaan batuan, morfologi,
tektonik dan struktur di Sumatera Selatan. Tumbukan tektonik lempeng di Pulau
Sumatera menghasilkan jalur busur depan, magmatik, dan busur belakang.
Cekungan Sumatera Selatan terbentuk dari
hasil penurunan (depression) yang dikelilingi oleh tinggian-tinggian batuan
Pratersier. Pengangkatan Pegunungan Barisan terjadi di akhir Kapur disertai
terjadinya sesar-sesar bongkah (block faulting). Selain Pegunungan Barisan
sebagai pegunungan bongkah (block mountain) beberapa tinggian batuan tua yang
masih tersingkap di permukaan adalah di Pegunungan Tigapuluh, Pegunungan
Duabelas, Pulau Lingga dan Pulau Bangka yang merupakan sisa-sisa tinggian
"Sunda Landmass", yang sekarang berupa Paparan Sunda. Cekungan
Sumatera Selatan telah mengalami tiga kali proses orogenesis, yaitu yang
pertama adalah pada Mesozoikum Tengah, kedua pada Kapur Akhir sampai Tersier
Awal dan yang ketiga pada Plio-Plistosen. Orogenesis Plio-Plistosen
menghasilkan kondisi struktur geologi seperti terlihat pada saat ini. Tektonik
dan struktur geologi daerah Cekungan Sumatera Selatan dapat dibedakan menjadi
tiga kelompok, yaitu, Zone Sesar Semangko, zone perlipatan yang berarah
baratlaut-tenggara dan zona sesar-sesar yang berhubungan erat dengan perlipatan
serta sesar-sesar Pratersier yang mengalami peremajaa.
Secara fisiografis Cekungan Sumatra Selatan
merupakan cekungan Tersier berarah barat laut – tenggara, yang dibatasi Sesar
Semangko dan Bukit Barisan di sebelah barat daya, Paparan Sunda di sebelah
timur laut, Tinggian Lampung di sebelah tenggara yang memisahkan cekungan
tersebut dengan Cekungan Sunda, serta Pegunungan Dua Belas dan Pegunungan Tiga
Puluh di sebelah barat laut yang memisahkan Cekungan Sumatra Selatan dengan
Cekungan Sumatera Tengah.
Posisi
Cekungan Sumatera Selatan sebagai cekungan busur belakang (Blake, 1989.
Menurut De Coster, 1974 (dalam Salim, 1995),
diperkirakan telah terjadi 3 episode orogenesa yang membentuk kerangka struktur
daerah Cekungan Sumatera Selatan yaitu orogenesa Mesozoik Tengah, tektonik
Kapur Akhir – Tersier Awal dan Orogenesa Plio – Plistosen
Episode pertama, endapan – endapan Paleozoik
dan Mesozoik termetamorfosa, terlipat dan terpatahkan menjadi bongkah struktur
dan diintrusi oleh batolit granit serta telah membentuk pola dasar struktur
cekungan. Menurut Pulunggono, 1992 (dalam Wisnu dan Nazirman ,1997), fase ini
membentuk sesar berarah barat laut – tenggara yang berupa sesar – sesar geser.
Episode kedua pada Kapur Akhir berupa fase
ekstensi menghasilkan gerak – gerak tensional yang membentuk graben dan horst
dengan arah umum utara – selatan. Dikombinasikan dengan hasil orogenesa
Mesozoik dan hasil pelapukan batuan – batuan Pra – Tersier, gerak gerak
tensional ini membentuk struktur tua yang mengontrol pembentukan Formasi Pra –
Talang Akar.
Episode ketiga berupa fase kompresi pada Plio
– Plistosen yang menyebabkan pola pengendapan berubah menjadi regresi dan
berperan dalam pembentukan struktur perlipatan dan sesar sehingga membentuk
konfigurasi geologi sekarang. Pada periode tektonik ini juga terjadi
pengangkatan Pegunungan Bukit Barisan yang menghasilkan sesar mendatar Semangko
yang berkembang sepanjang Pegunungan Bukit Barisan. Pergerakan horisontal yang
terjadi mulai Plistosen Awal sampai sekarang mempengaruhi kondisi Cekungan
Sumatera Selatan dan Tengah sehingga sesar – sesar yang baru terbentuk di
daerah ini mempunyai perkembangan hampir sejajar dengan sesar Semangko. Akibat
pergerakan horisontal ini, orogenesa yang terjadi pada Plio – Plistosen
menghasilkan lipatan yang berarah barat laut – tenggara tetapi sesar yang
terbentuk berarah timur laut – barat daya dan barat laut – tenggara. Jenis
sesar yang terdapat pada cekungan ini adalah sesar naik, sesar mendatar dan
sesar normal.
Kenampakan struktur yang dominan adalah
struktur yang berarah barat laut – tenggara sebagai hasil orogenesa Plio –
Plistosen. Dengan demikian pola struktur yang terjadi dapat dibedakan atas pola
tua yang berarah utara – selatan dan barat laut – tenggara serta pola muda yang
berarah barat laut – tenggara yang sejajar dengan Pulau Sumatera .
Stratigrafi Regional, Sub Cekungan Jambi merupakan bagian
Cekungan Sumatra Selatan yang merupakan cekungan belakang busur (back arc
basin) berumur Tersier yang terbentuk sebagai akibat tumbukan antara
Sundaland dan Lempeng Hindia. Secara Geografis Sub Cekungan Jambi dibatasi oleh
Pegunungan Tigapuluh di sebelah utara, Tinggian Lampung di bagian selatan,
Paparan Sunda di sebelah timur, dan Bukit Barisan di sebelah barat.
1. Batuan Dasar, Batuan Pra-Tersier atau basement
terdiri dari kompleks batuan Paleozoikum dan batuan Mesozoikum, batuan
metamorf, batuan beku dan batuan karbonat. Batuan Paleozoikum akhir dan batuan
Mesozoikum tersingkap dengan baik di Bukit Barisan, Pegunungan Tigapuluh dan
Pegunungan Duabelas berupa batuan karbonat berumur permian, Granit dan Filit.
Batuan dasar yang tersingkap di Pegunungan Tigapuluh terdiri dari filit yang
terlipat kuat berwarna kecoklatan berumur Permian (Simanjuntak, dkk., 1991).
Lebih ke arah Utara tersingkap Granit yang telah mengalami pelapukan kuat.
Warna pelapukan adalah merah dengan butir-butir kuarsa terlepas akibat
pelapukan tersebut. Kontak antara Granit dan filit tidak teramati karena selain
kontak tersebut tertutupi pelapukan yang kuat, daerah ini juga tertutup hutan
yang lebat.Menurut Simanjuntak, et.al (1991) umur Granit adalah Jura. Hal ini
berarti Granit mengintrusi batuan filit.
a.
Gumai (Tmg)
·
Ciri:
Bagian bawah formasi ini terdiri dari serpih gampingan dengan sisipan
batugamping, napal dan batulanau.
·
Umur
: Miosen tengah
·
Hubungan
: Menjemari dengan formasi air benakat diatasnya dan formasi tualang dibawahnya
·
Sebaran
: rengat, solok, muarabongu
·
Batuan
: Edapan Permukaan
b.
Air
Banakat ( Tma)
·
Ciri: batulempung putih kelabu dengan sisipan
batupasir halus, batupasir abu-abu hitam kebiruan, glaukonitan setempat mengan
dung lignit dan di bagian atas mengandung tufaan sedangkan bagian tengah kaya
akan fosil foraminifera.
·
Umur
: Miosen tengah hingga akhir
·
Batuan
: Endapan permukaan
·
Hubungan
: Menjemari dengan formasi muaraenim diatasnya dan formasi gumai diatasnya
·
Sebaran
: Rengat, solok, Muarabongu
c.
Muaraenim
(Tmpm)
·
Ciri : batupasir, batulempung , batulanau dan
batubara.
·
Umur
: Miosen Akhir hingga pliosen awal
·
Sebaran
: Rengat, Solok
·
Hubungan
: Menjemari dengan formasi air banakat diatasnya
·
Batuan
: Endapan Permukaan
d.
Kasai
(QTk)
·
Ciri : batupasirtufan dan tefra riolitik di bagian
bawah. Bagian atas terdiri dari tuf pumice kaya kuarsa, batupasir,
konglomerat, tuf pasiran dengan lensa rudit mengandung pumice dan tuf
berwarna abu-abu kekuningan, banyak dijumpai sisa tumbuhan dan lapisan tipis
lignit serta kayu yang terkersikkan.
·
Umur
: Pliosen akhir hingga plistosen awal
·
Hubungan
: Menjemari dengan formasi kerumutan
·
Sebaran
: Rengat, Solok, Muarabongu
·
Batuan
: Endapan Permukaan
e.
Lahat
(Toml)
·
Ciri
: dari konglemerat, tufa, breksi vulkanik andesitik, endapan lahar, aliran lava
dan batupasir kuarsa.
·
Umur
: Miosen awal
·
Hubungan:
Selaras dengan formasi Tualang diatasnya dan formasi kelesa dibawahnya
·
Sebaran
: Rengat, solok, Muarabongu
·
Batuan
: Endapan Permukaan
f.
Batu
Raja ( Tmb )
·
Ciri : Litologi terdiri dari batugamping, batugamping
terumbu, batugamping pasiran, batugamping serpihan, serpih gampingan dan napal
kaya foraminifera, moluska dan koral.
·
Umur
: Miosen Tengah Hingga Awal
·
Batuan:
Terobosan
·
Hubungan
: Menjemari dengan formasi gumai diatasnya
·
Sebaran
: Bengkulu
g.
Talan
Akar (Tomt)
·
Ciri : batulanau, batupasir dan sisipan batubara yang
diendapkan pada lingkungan laut dangkal hingga transisi.
·
Umur
: Oligosen akhir hingga Miosen awal
·
Batuan
: Batuan sedimen dan malihan
·
Hubungan
; Selaras denga formasi gumai diatasnya
·
Sebaran
Muarabongu
D.
Kondisi Geologi Sumatera
Utara
Cekungan sumatera Utara secara tektonik terdiri dari berbagai elemen yang
berupa tinggian, cekungan maupun peralihannya, dimana cekungan ini terjadi
setelah berlangsungnya gerakan tektonik pada zaman Mesozoikum atau sebelum
mulai berlangsungnya pengendapan sedimen tersier dalam cekungan sumatera utara.
Tektonik yang terjadi pada akhir Tersier menghasilkan bentuk cekungan bulat
memanjang dan berarah barat laut – tenggara. Proses sedimentasi yang terjadi
selama Tersier secara umum dimulai dengan trangressi, kemudian disusul dengan
regresi dan diikuti gerakan tektonik pada akhir Tersier. Pola struktur cekungan
sumatera utara terlihat adanya perlipatan-perlipatan dan pergeseran-pergeseran
yang berarah lebih kurang lebih barat laut – tenggara Sedimentasi dimulai
dengan sub cekungan yang terisolasi berarah utara pada bagian bertopografi
rendah dan palung yang tersesarkan. Pengendapan Tersier Bawah ditandai dengan
adanya ketidak selarasan antara sedimen dengan batuan dasar yang berumur
Pra-tersier, merupakan hasil trangressi, membentuk endapan berbutir kasar –
halus, batu lempung hitam, napal, batulempung gampingan dan serpih.
Transgressi mencapai puncaknya pada Miosen Bawah, kemudian berhenti dan
lingkungan berubah menjadi tenang ditandai dengan adanya endapan napal yang
kaya akan fosil foraminifora planktonik dari formasi Peutu. Di bagian timur
cekungan ini diendapkan formasi Belumai yang berkembang menjadi 2 facies yaitu
klastik dan karbonat. Kondisi tenang terus berlangsung sampai Miosen tengah
dengan pengendapan serpih dari formasi Baong. Setelah pengendapan laut mencapai
maksimum, kemudian terjadi proses regresi yang mengendapkan sedimen klastik
(formasi Keutapang, Seurula dan Julu Rayeuk) secara selaras diendapkan diatas
Formasi Baong, kemudian secara tidak selaras diatasnya diendapkan Tufa Toba
Alluvial.
Stratigrafi Cekungan Sumatera Utara
Proses tektonik
cekungan tersebut telah membuat stratigrafi regional cekungan Sumatera Utara
dengan urutan dari tua ke muda adalah sebagai berikut :
1. Formasi Parapat
Formasi Parapat dengan komposisi batupasir berbutir kasar dan konglomerat
di bagian bawah, serta sisipan serpih yang diendapkan secara tidak selaras.
Secara regional, bagian bawah Formasi Parapat diendapkan dalam lingkungan laut
dangkal dengan dijumpai fosil Nummulites di Aceh. Formasi ini diperkirakan
berumur Oligosen.
2. Formasi Bampo
Formasi Bampo dengan komposisi utama adalah serpih hitam dan tidak
berlapis, dan umumnya berasosiasi dengan pirit dan gamping. Lapisan tipis
batugamping, ataupun batulempung berkarbonatan dan mikaan sering pula dijumpai.
Formasi ini miskin akan fosil, sesuai dengan lingkungan pengendapannya yang
tertutup atau dalam kondisi reduksi (euxinic). Berdasarkan beberapa kumpulan
fosil bentonik dan planktonik yang ditemukan, diperkirakan formasi ini berumur
Oligosen atas sampai Miosen bawah. Ketebalan formasi amat berbeda dan berkisar
antara 100 – 2400 meter.
3. Formasi
Belumai
Pada sisi timur cekungan berkembang Formasi Belumai yang identik dengan
formasi Peutu yang hanya berkembang dicekungan bagian barat dan tengah. Terdiri
dari batupasir glaukonit berselang – seling dengan serpih dan batugamping.
Didaerah Formasi Arun bagian atas berkembang lapisan batupasir kalkarenit dan
kalsilutit dengan selingan serpih. Formasi Belumai terdapat secara selaras
diatas Formasi Bampo dan juga selaras dengan Formasi Baong, ketebalan
diperkirakan antara 200 – 700 meter. Lingkungan pengendapan Formasi ini adalah
laut dangkal sampai neritik yang berumur Miosen awal
4. Formasi julurayeu (QTjr)
Kelompok batuan :sedimen dan metasedimen
CIri-ciri
:endapan sungai,batupasir tufaan,lempung berlignit dan batu lumpur
Hubungan :formasi juluraye selaras dengan
formasi seureula yang ada dibawahnya
Umur
:Plistosen
Sebaran :Lhokseumawe,Takengon,langsa,medan
5.
Formasi
seureula (Tps)
Kelompok batuan :sedimen dan
metasedimen
CIri-ciri :batupasir gunugapi klastika
dan batulumpur dan batulumpur sublitoral
Hubungan :formasi seureula selaras dengan formasi juluraye yang ada
diatasnya
Umur :Pliosen
Sebaran:Lhoksomawe,takengon,Langsa,medan
6.
Formasi
Keutapang(Tuk)
Kelompok batuan :sedimen dan
metasedimen
CIri-ciri :batupasir gunungapi
klastika sublitoral dan delta sungai
Hubungan :formasi keutang selaras dengan formasi baong dibawahnya
Umur:Pliosen
Sebaran:lhoksomawe,langsa,medan,tebing
tinggi,sidikalang
7.
Formasi
Baong (Tmb)
Kelompok batuan :sedimen dan
metasedimen
CIri-ciri :batulumpur gampingan
Hubungan :formasi baong selaras dengan
formasi baong yang ada diatasnya
Umur
:Miosen akhir
Sebaran:Lhoksomawe,Langsa,medan,tebing
tinggi,sidikalang
8.
Formasi
Bampo (Tib)
Kelompok batuan :Batuan terobosan
CIri-ciri :Batu lumpur gelap
Hubungan : formasi bampo selaras dengan formasi bruksa yang ada dibawahnya dan formasi peutu yang
ada diatasnya
Umur
:oligosen
Sebaran: Lhoksomawe
,langsa,medan,tebing tinggi,sidikalang
By Antiratma bbotss
daftar pustaka dari mana ya?
BalasHapus